Lengahnya Testing Jadi Tolok Ukur Peningkatan Kasus Positif Covid-19
- gabriella keziafanya(00000045953)
- Nov 11, 2022
- 3 min read
Updated: Jan 12, 2023

Koordinator Tim Pakar Prof. Wiku Adisasmito memperingatkan pimpinan daerah provinsi untuk teliti mendeteksi orang tanpa gejala (OTG) pada testing. Hal ini bertujuan mengurangi ketidaksesuaian penanganan kasus Covid-19 di lapangan akibat laporan yang tidak riil.
Lewat keterangan pers YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (10/2), Wiku menyebut terjadi penurunan tingkat rasio Angka Nasional, terutama di 22 provinsi yang di antaranya ada Jawa Tengah dengan rasio terendah kedua yakni 2:1000 orang.
Wiku mensinyalisasi ini imbas dari perubahan aturan syarat testing yang dihapus di beberapa sektor, salah satunya perjalanan dalam negeri alias domestik.
Sejauh ini, aturan perjalanan domestik telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama akan diberlakukan sejak 3 November 2021. Masyarakat dengan vaksin dosis kedua diperbolehkan untuk hanya menunjukkan hasil negatif tes antigen sebagai syarat penerbangan domestik.
Sementara itu, perubahan kedua berlaku sejak 8 Maret 2022. Masyarakat pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) kini tak perlu lagi menunjukkan hasil negatif tes PCR dan antigen. Hal ini dilakukan dalam rangka transisi menuju aktivitas normal.
Ilan Binowo (50) bersama istri, Meli (51) menjadi salah satu PPDN yang menjalani perubahan aturan pertama saat itu. Perjalanan mereka berlangsung pada 17 Februari melalui transportasi udara dengan tujuan Tangerang—Manado.
Lewat wawancara langsung pada Minggu (20/3/2022), keduanya mengakui bahwa syarat tes antigen (tanpa tes PCR) sedang berlangsung efektif ketika mereka melangsungkan penerbangan. Pihak maskapai yang bersangkutan yaitu Citylink disebut ikut menyediakan fasilitas layanan tes antigen. Meski begitu, Ilan lebih memilih melakukan tes melalui klinik terdekat karena keterbatasan jarak.
Bandara Soekarno-Hatta dan Sam Ratulangi sama-sama telah memberlakukan syarat tes antigen pada penumpang keberangkatan ataupun kedatangan. Namun, Ilan mengaku tampaknya tidak semua bandara melakukan aturan yang sama.
“Dan kelihatannya itu tidak semua bandara memberlakukan hal itu,” ucapnya.
Terkait testing, Wiku menegaskan testing di daerah hotspot (daerah rawan kasus) harus terus dilakukan agar tidak meluas. Pengendalian kasus di daerah-daerah tersebut akan sangat menentukan perlindungan ke daerah atau tempat lain yang kasusnya belum tinggi.
“Jangan sampai data yang dilaporkan lebih kecil dari kondisi kasus sebenarnya dan berimbas pada penentuan kebijakan yang kurang sesuai dengan situasi riil di lapangan,” tegasnya. Ia meminta kesadaran pimpinan daerah dan masyarakat bahwa ada kasus positif yang bergejala dan yang tidak bergejala.
Oleh karena tidak adanya gejala, besarnya kemampuan OTG menulari orang belum bisa diukur dengan pasti. Terlebih, ada sikap kehati-hatian OTG yang lebih rendah ketimbang orang dengan gejala nyata. Dikhawatirkan sikap inilah yang bisa memicu keabaian masyarakat terhadap Covid-19.
Tak hanya efektivitas pemberlakuan testing, pelaksanaan testing pun diperlukan campur tangan layanan kesehatan yang bertugas, serta pimpinan daerah untuk turut serta mengamati proses berlangsungnya.
Tidak semua kasus positif bisa terdeteksi di lapangan. Oleh karena itu, testing yang mumpuni menjadi pengukur tunggal. Jika layanan kesehatan dan pimpinan daerah kurang mencermati hal tersebut, OTG akan sangat rentan untuk luput.
Kelalaian tersebut sempat dialami seorang mahasiswa, Geraldi bersama ibunya. Keduanya melakukan testing pada Senin, 7 Februari lalu di daerah Serpong. Niat hati ingin melangsungkan tes antigen untuk keperluan kantor sang ibu. Setelah ½ jam menunggu, hasil tes via drive-thru itu pun diterima dan hasilnya negatif.
Namun, mereka kemudian dihubungi ulang oleh petugas yang menyatakan bahwa hasil tes mereka salah. Garis pada alat ternyata samar sehingga mereka mengira hasilnya positif.
Merespons hal ini, Geraldi dan ibu akhirnya mengajukan komplain yang kemudian berujung pada kompensasi tes PCR gratis. Namun, hal tersebut masih sempat memicu keraguan.
“Antigen yang sesimpel itu aja bisa salah, apa bener PCR itu bisa bener? Karena ‘kan PCR itu harus lebih dalam lagi, harus diteliti, ... Nah, itu bener nggak hasilnya atau justru keliru lagi,” tuturnya dalam rekaman suara, Sabtu (19/3/2022).
Testing dan upaya pencegahan kasus positif Covid-19 tidak hanya untuk orang yang sakit, tetapi juga mereka yang tidak sakit agar bisa menekan angka penyebaran. Pengamatan para pimpinan daerah terhadap testing sungguh diperlukan untuk mengoordinasi sistem penanganan kasus dari pemerintah pusat ke daerah-daerah tujuan.
Sebagai penutup, Wiku meminta kerja sama pemerintah daerah untuk mempertimbangkan waktu dan metode testing yang tepat sejak pertama kali terpapar agar hasil tes yang keluar benar-benar akurat. Selain itu, pengawasan khususnya di tempat-tempat berisiko tinggi penularan pun perlu ditingkatkan untuk mencegah tingkat kematian yang tinggi.
-
Sumber: cnnindonesia.com, kompas.com, republika.co.id, tempo.co, Youtube/CNN Indonesia, Youtube/Sekretariat Presiden.
*Artikel ini merupakan ujian tengah semester untuk mata kuliah (JR-101) Media Writing pada 21 Maret 2022.
Comments